Selasa, 24 Mei 2011

Hadiah Khusus

Aku berdiri di pintu. Aku memerhatikan. Aku mendengarkan, Dan, aku tersenyum. Ia tidak tahu bahwa aku ada di sana. Ia menggumam. Ia menyanyi. Ia mengutuk ukuran sekrup yang salah. Ia menyanyi lagi. Ia mengukur. Ia menumpahkan kotak paku. Ia mengutuk lagi. Ia tertawa geli. Dalam diam. Dengan penuh kasih.

Ia sedang membangun sebuah ruangan. Kamar khusus untukku. Sebuah kamar yang “pantas” bagiku untuk meenulis. Dan, aku berani bersumpah, meskipun aku bisa salah, ia berkata pada dirinya sendiri, Ia akan menyukai kamar ini! Dan, aku berani bersumpah, meskipun aku bias salah, aku berbisik pada diri sendiri, Ia akan menyukai kamar ini-karena kaulah yang membangunnya, khusus untukku. Kemudian aku tersenyum, mungkin terlalu keras. Ia menoleh dan melihatku.

Dengan bingun ia mendorong topinya ke belakang dan bertanya, “Apa yang kau lihat?” Aku tertawa geli. “Kau.” Ia tersenyum, apakah kau menyukainya kamr barumu?” Aku tersenyum, “Aku sangat menyukai kamar baruku.” Dan ia tersenyum lebar.

Kemudian ia menyatakan, “Kau tidak lagi dudk di kursi yang tanpa sandaran, menulis di meja butut di ruang kerja kumuh tanpa jendela dan cahaya buram..”

“Dan,”selaku, “Kau tidak lagi harus duduk di sofa butut itu sambil menggangguku menulis.” Aku mengedipkan mata, ia membalasnya. Dan, dengan serius ia berkata, “ Sekarang kau akan mempunyai kamar yang layak, dengan perlengkapan yang benar, cahaya yang cukup, dan aku akan memasang peraut pensil sehingga kami dapat terus meruncingkan pensil agar kau bias menulis dengan benar.” Aku tidak sampai hati mengatakan padanya bahwa aku menulis dengan pena. Ia membangun kamar itu khusus untukku-termasuk perlengkapan lainnya, aku sangat suka.

Tidak lama kemidian aku sudah berada di kamr baru, siap untuk menulis. Dengan benar, tentu saja. Aku mempunyai kursi yang benar, meja yang benar, pencahayaan yang benar, bahkan pengasah pensil yang benar. Aku sudah siap, tetapi ada sesuatu yang tidakberes. “Aku tidak bias menuli. Aku tidakb isa memulai. Ruangn ini sempurna dan benar seperti impian. Kemudian aku mengerti. Aku memungut kertas dan pena lalu pergi ke ruang kerja yang kumuh, Tanpa cahaya yg buram, dan duduk di kursi yang keras tanpa sandarann. Terheran suamiku memandangiku dari sofanya, “Apa yang salah ?”

“Aku tidak bias menulis.” Kataku. Dengan serius ia bertanya “Apa ada yang salah dari kamar barumu?”

“Serius nih,”jawabku. “Ya.. kau tidak ada di ditu.” Ia tersenyum lebar. Dan, aku mulai menulis, dengan benar.


From Chicken Soup, Edisi For The Soul. Big sorry aku lupa dan ga inget siapa pengirimnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar